Jumat, 20 April 2012

Panning, Blurring, dan Freezing

Tantangan yang menarik bagi mahasiswa peserta mata kuliah Fotografi, ketika mereka harus memotret dengan menggunakan teknik foto Panning, Blurring dan Freezing. Ketiga teknik ini pada dasarnya merupakan sarana untuk mengolah kemampuan fotografer dalam operasionalisasi kamera, menentukan exposure, komposisi, serta mengasah kepekaan terhadap subjek foto.

Teknik foto tersebut diatas dapat dijelaskan dengan berbagai macam metode, namun yang dituntut disini adalah pengertian mendalam fotografer mengenai apa yang harus mereka lakukan saat memotret. Dalam penugasan Ujian tengah Semester (UTS), Mahasiswa diwajibkan untuk bekerja dalam kelompok, menentukan tema mereka sendiri, dan mempraktekkan foto sesuai ketiga teknik yang sudah ditentukan. Untuk tiap teknik foto, mahasiswa diminta mengumpulkan dua foto terbaik mereka yang akan dibingkai dalam 'kumpulan karya kelompok' pada 26 April 2012.   

Freezing

Konsep foto freezing pada dasarnya adalah usaha fotografer untuk 'mem-pause' sebuah adegan yang terjadi. Dalam posisi 'pause', objek foto akan bisa dinikmati dengan seksama oleh mata audiens. Inilah saat-saat istimewa yang tidak pernah bisa dilakukan oleh mata: menghentikan sebuah gerakan. Dalam kondisi pergerakan yang cepat, fotografer harus cekatan melihat momentum dan bersegera mengatur kecepatan rananya. Prioritas memang ada pada Shutter Speed (SS), sedangkan aperture dan ISO akan menyesuaikan. Anda tidak akan mendapatkan gambar yang 'freezed' tanpa kecepatan tinggi dan jepretan berkali-kali. Freezing bisa didapatkan dengan mengatur shutter speed (1/100 - keatas). Bisa juga menggunakan alat bantu lampu tambahan, seperti flash atau external lighting (terutama dalam konsep still photography)

"Yellow" (Wahyudi, 2010)


'Bigfoot freeze' (Wahyudi, 2011) membutuhkan pemotretan berkali-kali untuk dapatkan efek freezing

Konsep freeze dalam still life photo
sumber: http://oneslidephotography.com/beginners-guide-to-photography-still-life-photography-tips/still-life-photography-tips-freeze-photography/ 


Blurring

Blurring menitikberatkan pada kemampuan kita mengolah aperture dan shutter speed. Racikan yang pas akan menghasilkan menghasilkan efek motion blur yang dahsyat. Blurring bisa dilakukan dengan slow speed dan aturan aperture sempit. Teknik ini bisa digunakan untuk pemotretan siang maupun malam hari. kenapa butuh kecepatan lambat? karena kita ingin menghasilkan efek gerakan (terutama dalam background atau foreground) dalam foto yang akan kita hasilkan.

'soft water' (Wahyudi, 2009) motion blur pada siang hari,slow shutter dengan diafragma sempit.


"somebody's good bye" (Wahyudi, 2009) 

Panning

Panning adalah kombinasi SS dan gerakan kamera. Tangan anda harus cekatan mengikuti gerak objek foto. Seperti dalam freezing, kita perlu memotret secara simultan (continuous shooting) untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Kamera harus bergerak menyesuaikan gerakan objek foto. Panning dipakai untuk memberikan kesan gerakan (misalnya maju atau mundur) dari objek tersebut. Diafragma lebar dibutuhkan untuk memberi ruang bagi SS.


"Goodbye Nikon D100" (J. Catlett)
sumber: http://www.flickr.com/photos/44169863@N00/211690047/
Teknik-teknik foto diatas adalah sarana bagi mahasiswa menerapkan ilmu fotografi dasar. Perlu diingat bahwa kreativiotas dalam membingkai teknik fotografi sangat dibutuhkan, sehingga karya foto tidak hanya m,enjadi sebuah 'keharusan' (sebagai unit mata kuliah) tapi juga passion mahasiswa sebagai calon fotografer yang sukses.

Sabtu, 07 April 2012

Warna dalam Fotografi


memotret warna (Wahyudi, 2011)



Fotografi mengalamai perkembangan yang signifikan terutama setelah ditemukan medium foto berwarna. Berbagai riset dan pengembangan dilakukan untuk menyamakan atau setidaknya mendekati persepsi warna pada mata manusia. Pembahasan mengenai warna pada fotografi mengacu pada teori warna dalam seni lukis dengan pengembangan lebih jauh menyesuaikan dengan konsep warna pada media digital.

Bab ini akan mencakup bahasan mengenai teori warna dan penggunaannya dalam praktek fotografi. Warna merupakan daya tarik foto yang harus dimengerti dan diatur secara maksimal oleh fotografer. Pemahaman mengenai sifat warna juga penting bagi fotografer untuk menghasilkan karya fotografi yang mumpuni.

Pemahaman mengenai sifat warna dalam fotografi akan membantu mahasiswa mengukur dan mengenali warna objek sebelum memotret. Kendali atas warna juga bisa dilakukan melalui setting kamera dan juga proses pasca-produksi melalui computer. Karena pada dasarnya fotografi adalah berusaha melihat objek dengan perspektif yang berbeda dengan mata manusia, maka warna yang muncul di karya foto juga seharusnya bisa menyampaikan ide yang berbeda terhadap pemaknaan warna itu sendiri.

Dalam proses selanjutnya, mahasiswa diharapkan untuk tidak hanya melihat warna objek foto, namun juga melihat elemen pendukung objek itu, (background, foreground) yang seringkali mempunyai intensitas warna yang berbeda, yang seringkali malah menjadi pusat perhatian dominan. Mahasiswa diharapkan untuk tidak terjebak dalam pemilihan warna dalam foto, karena setiap warna mempunyai karakteristik masing-masing. 


‘Warna’ adalah bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Warna ada dimana-mana. Warna sendiri tergolong sebagai teori baru dalam fotografi, namun warna bukanlah hal baru dalam kesenian, terutama seni lukis.

Bagi orang awam, warna adalah apa yang muncul dan disediakan oleh alam. Namun bagi fotografer, warna akan dipersepsi sebagai potensi yang akan dibingkai didalam karya fotonya. Pada bab sebelumnya sudah disinggung mengenai perbedaan cara melihat antara mata manusia dan ‘mata’ kamera. Lebih jauh, sebuah panduan memotret digital yang dikeluarkan oleh Aperture (perusahaan Apple) menjelaskan, bahwa dalam menerima cahaya mata manusia mempunyai tiga bagian penting:

1) pupil/iris :  membesar dan mengecil sesuai jumlah cahaya yang masuk ke mata
2) sel-sel Rod (batang) di retina : sel yang merespon tingkat brightness (gelap-terang) cahaya. Bekerja sangat baik pada kondisi minim cahaya.
3) sel-sel Cone (kerucut) di retina: sel yang juga merespon tingkat brightness (gelap-terang) cahaya. Bekerja sangat baik pada kondisi terang benderang.
Untuk membedakan warna, sel-sel Cone mempunyai tiga spectrum elektromagnetik:
1) Cone R: mengartikan warna merah dengan ukuran spectrum 600-700 nanometer (nm)
2) Cone G: mengartikan warna hijau dengan ukuran spectrum 500-600 nm
3) Cone B: mengartikan warna biru dengan ukuran spectrum 400-500nm

Warna yang dilihat manusia pada kondisi tertentu tergantung dari sel-sel mana yang dirangsang. Cahaya biru, akan menstimulasi cone B, yang kemudian akan dipersepsi oleh otak sebagai ‘warna biru’. Saat terjadi stimulasi lebih dari dua warna, maka otak akan merespon dengan menggabungkan dua warna tersebut sehingga persepsi muncul sebagai warna tersier (misalnya merah muda, magenta). Jika ketiga warna (R,G,B) muncul dengan intensitas cahaya yang sama, maka mata akan mempersepsi sebagai warna putih atau cenderung abu-abu.

Sel Cone letaknya lebih tersebar dibandingkan sel Rod. Sel Cone juga kurang sensitive terhadap cahaya, dan tidak akan aktif bekerja jika tidak ada intensitas cahaya yang memadai. Hasilnya, pada kondisi kurang cahaya, mata hanya akan melihat warna monokromatis (seperti hitam-putih). Akan tetapi, saat cahaya terang, warna yang dipersepsi pun akan menjadi lebih variatif.

System pada mata manusia kemudian dijadikan pedoman pada pengembangan teknologi kamera digital. Penting untuk dipahami bahwa meski  konsep ‘warna’ sangat tergantung dari persepsi masing-masing individu (misalnya: biru dipersepsi hijau), namun ada pakem yang patut untuk dipahami oleh fotografer. Warna punya kendali dan dampak luar biasa terhadap bagaimana kita menghargai ebuah foto. Warna dapat dipakai untuk menciptakan keseimbangan, kontras, penekanan, dan harmoni.

Dalam kaidah fotografi digital, warna mempunyai tiga parameter: 1) Hue, 2) Saturation, 3) Brightness.

1. Hue/corak: dibentuk oleh tiga warna dasar yang membentuk corak warna lainnya.

the color wheel

the color spectrum
Corak warna akan melahirkan warna komplementer, yaitu warna yang berseberangan posisi dengan warna primer (bias dilihat pada color wheel), misalnya warna hijau (komplementer merah), violet (komplementer kuning), oranye (komplementer biru).

warna komplementer: magenta (koleksi foto Irfan Wahyudi, 2011)


warna komplementer: hijau (koleksi foto Irfan Wahyudi, 2011)


Warna yang muncul dari bias cahaya biasanya mempunyai warna aditif (tambahan), yang muncul pada perangkat digital (misalnya computer, TV, video) yaitu: merah, hijau, biru (red,green, blue/ RGB). Sementara itu, warna yang muncul dari hasil absorbs cahaya akan memunculkan warna CMYK (Cyan, Magenta, Yellow), atau CMYK (memasukkan warna hitam). Warna ini muncul pada teknologi printing (cetak).


Yang harus diperhatikan disini adalah, warna yang muncul pada foto anda seringkali ditampilkan berbeda pada kamera, computer dan pada saat foto itu dicetak. Maka dibutuhkan penyesuaian antara RGB dan CMYK. Untuk membantu proses penyesuaian warna, dewasa ini sudah banyak pengembang software (misalnya: Adobe photoshop) menyiapkan perangkat tambahan untuk mengatasi masalah tersebut. Fotografer perlu untuk mengetahui perbedaan ini, terutama pada proses pasca-produksi (penyuntingan gambar).

2. Saturasi (Chroma)
Saturasi adalah variasi warna dalam kesatuan rona. Warna merah yang tersaturasi adalah warna merah yang murni, tidak diencerkan atau dikurangi kadarnya atau dimatangkan. Warna yang kurang saturasi akan terlihat abu-abu (kelam).

Proses desaturasi warna adalah hasil paduan dari corak-corak dengan hitam, putih atau akbu-abu, atau dengan warna komplementer. Saat saturasi diturunkan, akan muncul efek sendu, kelam, memorable.  


proses desaturasi warna
Warna alami dengan saturasi penuh akan memperkuat kesan pewarnaan. Bunga dengan warna memikat, sebagai contoh, akan sangat menarik di foto 

warna foto dengan saturasi penuh

3. Brightness
Tingkat cerah-gelap warna akan menentukan mood dan suasana sebuah karya foto. Brightness juga akan memudahkan audiens melihat focus perhatian di dalam foto. Permainan brightness pada warna-warna komplementer sangat disarankan untuk menambah kekuatan objek dengan warna tersebut. Meski demikian, warna primer juga membutuhkan aturan gelap-terang untuk menambah atau mengurangi dominasi warna tersebut dalam sebuah frame. 

pengaturan Brightness akan membantu membentuk 'mood' foto

Warna Dominan
Warna-warna primer mempunyai potensi untuk menguasai (mendominasi) pandangan mata manusia. Berhati-hatilah dalam menggunakan warna primer, terutama warna merah dan kuning. Pertimbangkan dengan matang penggunaannya, terutama untuk background atau foreground.




dominasi warna merah akan tetap tampak meski tidak menguasai frame

Red Rose (Wahyudi, 2011)
penggunaan warna kuning secara dominan akan memberikan efek hangat (foto: Wahyudi, 2010)

Penutup

Perlakuan terhadap warna dalam fotografi memang sangat istimewa. Pengaturan warna akan membawa fotografer untuk selangkah lebih maju dalam memahami produk foto yang dihasilkannya. Proses melukis dengan cahaya dalam fotografi pun akan terus memperhatikan proses pewarnaan yang dinamis dan akan terus berubah seiring beragamnya pengalaman yang didapat saat memotret.

Pemahaman terhadap pola warna dan cahaya dalam fotografi akan menjadi bekal penting bagi fotografer dalam melaksanakan kegiatan memotret dengan kondisi yang berbeda. 

Latihan
11. Potretlah objek dengan intensitas warna yang variatif (mulai yang rendah, sedang, maupun tinggi). Perhatikan kecenderungan warnanya. Catat pula suhu warna yang muncul.
22. Olah dan sunting hasil foto anda dengan memakai software yang tersedia di computer (misalnya memakai ACDSee). Konsentrasikan editing Anda pada pewarnaan. Eksplorasi kemungkinan warna yang ada sehingga hasil foto anda akan semarik untuk diamati. 


Mahasiswa diharapkan untuk mengeksplorasi setting warna yang tersedia di dalam kamera. Mahasiswa juga didorong untuk melakukan editing pasca memotret untuk mendapatkan hasil terbaik dari karya fotonya.

Daftar Pustaka
Apple. (2005). Aperture: Digital Photography Fundamentals. Apple Computer Inc.
Cambridge in Colour. (n.d). Tutorials: White Balance. Diakses pada 05 Desember 2011 dari http://www.cambridgeincolour.com/tutorials/white-balance.htm
Olympus. (2006). FAQ Frequently Asked Questions on Digital Photography. The Olympus Digital Library – Volume 5. Olympus Imaging Europa.
Tarrant, John.( 2003). Digital Camera Techniques. Focal Press. Oxford.
Wahyudi, Irfan. (2011). Koleksi foto pribadi.







White Balance


Sebagaimana bumi yang tidak bisa hidup tanpa matahari, karya fotografi juga tidak akan bisa eksis tanpa peran serta cahaya. Mustahil seseorang bisa melahirkan karya foto tanpa peran serta cahaya.Cahaya adalah bahan bakar utama fotografi.
Bab ini akan mengulas mengenai bentuk-bentuk cahaya dan bagaimana memperlakukannya sehingga didapat hasil foto yang baik.  

Pendalaman pengetahuan mengenai cahaya dalam fotografi akan berpengaruh secara langsung terhadap persepsi mahasiswa terhadap produksi foto. Fotografi bukan lagi sekedar persoalan teknis dan non-teknis, fotografi adalah sebuah aktifitas ‘rohaniah’ untuk mengabadikan momentum. Cahaya adalah sumber kerohanian tersebut.  Dengan memahami pentingnya cahaya, mahasiswa diharapkan untuk memperlakukan cahaya secara pantas, sesuai dengan kaidah dan teknik khusus dalam fotografi.

Sumber cahaya yang berbeda menghasilkan temperatur cahaya yang berbeda pula. Temperatur cahaya matahari di langit yang cerah berbeda dengan temperature cahaya lampu neon di ruang tamu, atau temperature cahaya lampu jalan di perkotaan. Mata manusia sudah terlatih untuk menyesuaikan temperatur cahaya yang berbeda ini sehingga kita pun tanpa sadar menganggap perbedaan temperature cahaya itu sebagai sesuatu yang wajar saja.

Kewajaran ini tidak berlaku bagi kamera foto. Lensa dan perangkat digital di kamera jika tidak diatur, hanya memproses cahaya apa adanya. Oleh karena itu dibutuhkan koreksi keseimbangan cahaya dalam kamera atau dikenal dengan White Balance (WB).  Jadi selain mengatur tingkat intensitas cahaya, juga perlu diperhatikan pula temperature warna dari cahaya disekitar objek untuk memperoleh reproduksi warna yang tepat untuk produk foto.

tanpa menggunakan white balance, warna akan terlihat tidak natural

dengan menggunakan white balance, warna akan sesuai dengan  apa yang dilihat oleh mata

Pengaturan cahaya erat kaitannya dengan pewarnaan. Setiap cahaya mempunyai intensitas warna yang berbeda. Kamera berfungksi untuk menangkap intensitas cahaya yang kemudian diterjemahkan kedalam warna-warna yang muncul dalam produk foto.

White balance adalah proses penghilangan corak warna-warna yang tidak realistis, sehingga objek yang tampak, misalnya warna putih, menjadi tetap putih ketika muncul di kamera. WB didalam kamera akan menghitung temperature warna sebuah sumber cahaya, yang berhubungan dengan ukuran hangat-dinginnya sebuah cahaya putih.

Mata kita sangat canggih untuk menilai tingkat ‘putih’ sebuah objek dibawah beragam sumber cahaya., namun kamera seringkali kesulitan untuk beradaptasi dengan warna putih dibawah sumber cahaya yang variatif. Meski ada setting AWB (Auto White Balance), namun setting ini seringkali salah mengartikan warna putih menjadi putih kebiruan, atau putih kekuningan.  

Temperatur warna

Temperature warna menggambarkan spectrum cahaya yang diradiasikan dari sebuah ‘blackbody’ pada permukaan temperature. Blackbody adalah objek yang mengabsorbsi semua cahaya lepas dan tidak akan melepaskan atau merefleksikan cahaya teersebut. Analogy sederhananya adalah, jika anda memanasi sebuah besi, maka dalam satu suhu tertentu besi tersebut akan tampak ‘merah membara’, namun jika lebih panas lagi maka akan tampak ‘putih membara’. Jadi warna putih adalah tingkat suhu warna yang paling tinggi.


Dari diagram diatas, terlihat bahwa pada suhu 5000 kelvin, cahaya yang ada tampak netral, dan pada suhu 3000 kelvin – 9000 kelvin ada spectrum cahaya yang beragam dari gelombang warna oranye sampai biru. Pada saat angka temperature naik, maka warna akan terlihat semakin dingin.

Berikut panduan dasar mengenai temperature warna pada objek-objek tertentu:



Oleh karena beberapa corak warna tidak mencerminkan radiasi blackbody, maka aturan white balance digunakan sebagai variable kedua dalam menentukan temperature warna pada kamera: shift hijau-magenta. Menyesuaikan setting hijau magenta penting dilakukan terutama untuk kondisi cahaya buatan seperti pada lampu neon atau lampu jalan.

Kamera digital dewasa ini sudah dilengkapi dengan preset WB, hal yang memudahkan pemotret untuk cepat mengganti WB disaat kritis. 


Tiga preset pertama digunakan untuk beragam kondisi pencahayaan. AWB tersedia pada semua jenis kamera digital dan emnggunakan teperatur ‘pasaran’ antara 3000-7000 kelvin. Custom WB dipakai untuk mendapatkan setting sesuai kondisi pencahayaan yang sesungguhnya (biasanya dilakukan satu kali jepret, dan hasil jepretan itu yang akan dipakai referensi WB oleh kamera). Kelvin WB dipakai untuk mengatur cahaya sesuai temperature yang diinginkan. Sementara itu enam setting yang lain dipakai untuk menguatkan temperature warna dibawah kondisi pencahayaan yang berbeda. 

Penutup 

Konsep white balance akan sangat membantu pemotret mengatur tampilan warna dalam foto yang diinginkan. Meski WB juga bias diatur melalui computer, namun WB yang disetting melalui kamera dan disesuaikan dengan kondisi sesungguhnya di lapangan akan mengasah ketrampilan dan kepekaan pemotret dalam menghadapi kondisi pencahayaan yang berbeda.

Setting WB, terutama Custom WB sangat menarik untuk dipraktekkan karena warna yang keluar dari kamera seringkali merupakan konsep warna yang menarik dan tidak bias didapatkan melalui setting WB melalui computer. 

Latihan
11. Potretlah objek dengan intensitas cahaya yang variatif (mulai yang rendah, sedang, maupun tinggi). Perhatikan kecenderungan warnanya. Catat pula suhu warna yang muncul.
22. Pilih salah satu setting preset WB di kamera anda dan gunakan untuk memotret dalam waktu sehari (1xpagi, 1xsiang, 1xsore), lihat perbedaan apa yang terjadi. 

   Mahasiswa diharapkan untuk mengeksplorasi setting WB dalam kamera. Untuk mengembangkan pengetahuan dan pengalaman, mahasiswa juga didorong untuk mengakses laboratorium fotografi dan mencoba kamera dan peralatan fotografi yang tersedia.

   

    Daftar Pustaka

Apple. (2005). Aperture: Digital Photography Fundamentals. Apple Computer Inc.
Cambridge in Colour. (n.d). Tutorials: White Balance. Diakses pada 05 Desember 2011 dari http://www.cambridgeincolour.com/tutorials/white-balance.htm
Olympus. (2006). FAQ Frequently Asked Questions on Digital Photography. The Olympus Digital Library Volume 5. Olympus Imaging Europa.
Tarrant, John.( 2003). Digital Camera Techniques. Focal Press. Oxford.











Senin, 02 April 2012

Dasar Pemotretan: Komposisi


Setelah mahasiswa memahami kaidah teknis pemotretan yang mencakup penguasaan setting diafragma, kecepatan rana, light meter dan ISO, maka selanjutnya mahasiswa akan belajar mengenai bagaimana sebuah gambar itu diatur sehingga terlihat indah. Jika setting kamera dan lensa adalah hal-hal yang teknis, maka komposisi foto lebih bersifat non-teknis dan melibatkan kepekaan rasa pemotret terhadap objek yang dibidiknya.

 Komposisi akan lebih mudah dipahami dengan konsep the rule of thirds. Selain konsep ini, penulis juga akan membahas mengenai konsep pembingkaian foto lainnya sehingga mahasiswa mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif.

Fotografer amatir seringkali hanya meributkan urusan teknis alat mereka, seperti: kamera apa yang dipakai, lensa apa yang dipunyai, dan lain sebagainya. Pada akhirnya, untuk urusan gambar mereka hanya menyerahkan sepenuhnya kepada kecanggihan kamera yang dipunyai. Akibatnya, gambar menjadi hambar, tidak ada sentuhan rasa, dan terkesan asal-jadi.

Pemahaman tentang komposisi bagi mahasiswa menjadi penting agar kepentingan fotografi sebagai karya seni tetap terjaga. Memotret bukan hanya mengandalkan alat yang canggih, namun juga kepekaan terhadap kondisi, kemampuan melihat momen penting, menjadi bekal khusus seorang fotografer.

Apa itu Komposisi?

Semua foto yang bagus mempunyai satu kesamaan: komposisi yang baik. Pada foto yang bagus terdapat keseimbangan antar komponen yang termuat dalam visual foto.  Keseimbangan itu juga berkemampuan untuk membuat audiens untuk berlama-lama melihat foto tersebut. Dalam komposisi tidak ada istilah benar atau salah, yang ada adalah pas atau kurang pas.

Pengaturan komposisi dapat dilakukan dalam semua bentuk kamera. Komposisi adalah apa yang ada di pikiran fotografer, yang kemudian diterjemahkan kedalam hasil foto. 

The Rule of Thirds
Konsep the rule of thirds dipakai oleh para pelukis di era Renaissance, dan seterusnya dipakai sebagai panduan dalam produksi lukisan, foto, film, dan karya visual lainnya. Dalam konsep ini, mata manusia diyakini punya “titik visual” yang memusatkan titik perhatian kepada empat titik perpotongan garis (disebut juga sebagai garis imajiner). 

the rule of thirds

contoh foto yang menerapkan konsep the rule of thirds (Wahyudi,2011)

Secara teori, konsep the rule of thirds berarti anda menempatkan point perhatian anda disepanjang perpotongan garis sehingga foto terlihat lebih seimbang dan member kesempatan kepada audiens untuk berinteraksi dengan foto secara natural. Hal ini didasari beberapa studi yang memang menyatakan bahwa mata manusia cenderung untuk focus di titik perpotongan garis daripada focus di titik tengah frame gambar.

Untuk membantu anda terbiasa dengan konsep ini, biasakan untuk menanyakan kepada diri sendiri sebelum memotret, pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah titik perhatian dari subjek yang akan saya potret?
2. Dibagian mana saya akan meletakkan subjek tersebut?

foto pemandangan atau foto landscape juga akan semakin menarik jika anda menempatkan horizon tepat di perpotongan garis dalam konsep the rule of thirds. Jadi, jika area perhatian terletak di darat atau perairan, maka garis horizon biasanya akan menempati 2/3 bagian dari atas ke bawah. 


landscape berdasarkan aturan the rule of thirds

Golden Section

 Dengan dasar pengertian yang sama dengan the rule of thirds, bahwa mata manusia akan tertumpu pada titik-titik visual tertentu, konsep the Golden Section diperkenalkan. Konsep ini sudah dikenal dalam karya visual pada masa sebelum masehi oleh seniman-seniman Babilonia, Yunani dan Mesir. Pelukis terkenal Leonardo da Vinci menjelaskan prinsip bahwa pada dasarnya indra visual manusia memahami keindahan dan harmoni  berdasarkan garis-garis yang saling berpotongan membentuk Sembilan bagian yang tidak sama.

Golden Section
Diagonal Rule
Pada diagonal rule, frame foto dibagi menjadi dua bagian, tiap bagian dibagi menjadi tiga. Menurut aturan ini, tiap bagian foto yang menarik harus diletakkan sesuai alur garis yang terbagi tadi. 

Diagonal Rule

Tidak ada yang lebih mengganggu selain background foto yang terlalu ramai. Hal ini berakibat pada pengalihan perhatian audiens dari objek foto yang diinginkan. Coba perhatikan tiang listrik, pepohonan, lalu lalang orang, warna yang mencolok, dan apapun yang sekiranya dapat membuat perhatian teralihkan. Anda harus pandai mengatur komposisi dan focus gambar untuk menjaga keseimbangan foto. Berungkali tanyakan pada diri anda: “apakah komposisi ini yang saya inginkan?”

simplifikasi berarti menyederhanakan komposisi foto. Seringkali orang ingin mendapatkan semuanya dalam satu foto; hal yang harus dihindari ketika belajar fotografi. Belajar komposisi berarti juga belajar melihat sesuatu dengan tenang dan tidak rakus. Objek foto hadir untuk melegakan pandangan mata kita, dan itu pula yang harusn ya mucul dalam produk foto: sesuatu yang membuat nyaman, takjub.

Perhatikan juga background (latar belakang) dan foreground (latar depan) dalam sebuah foto. Pengaturan dua hal ini akan sangat menentukan komposisi foto anda dan juga penataan sudut pandang dan ruang tajam foto.  

simplifikasi background pada subjek foto

Cropping

Di kalangan fotografer, ada pepatah yang mengatakan “jika foto anda tidak terlihat bagus, mungkin  karena itu kurang dekat”. Fotografi tidak hanya memotretobjek foto. Fotografi lebih jauh akan menjelaskan hubungan special si pemotret dengan objek yang dia bidik. ‘dekat’ dalam hal ini bisa berarti mendekati objek dari perspektif jarak, atau bisa pula berarti mendekati objek dari perspektif perasaan.

Kita akan membahas pendekatan dari sisi jarak. Objek bias didekati dengan dua cara: 1) secara fisik kita mendekat, atau 2) memakai fasilitas zoom yang ada di lensa kamera. Hal ini bisa juga disebut sebagai “cropping by camera”. Cropping juga bisa dilakukan melalui perangkat di luar kamera, seperti computer. 

Penutup
Komposisi dalam foto tidak bisa hanya dibahas di kelas. Dibutuhkan praktek memotret secara berkelanjutan. Kepekaan seseorang terhadap komposisi dan aturan-aturannya akan terasah jika aktivitas memotret terus dilakukan.

Proses memotret untuk mendapatkan komposisi terbaik adalah proses yang berjalan terus menerus. Aturan-aturan yang disebutkan diatas adalah anjuran yang tidak harus diamalkan terus menerus. Kreativitas untuk menggali dan menemukan komposisi baru adalah hal yang mutlak bagi seorang fotografer.    

latihan 

1. Potretlah objek yang anda inginkan dengan aturan komposisi the rule of thirds, golden section, dan diagonal rule.
2. Potretlah objek dengan aturan simplikasi dan kemudian pilihlah satu foto untuk anda crop.


Mahasiswa diharapkan untuk mengeksplorasi komposisi foto. Untuk mengembangkan pengetahuan dan pengalaman, mahasiswa juga didorong untuk mengakses laboratorium fotografi dan mencoba kamera dan peralatan fotografi yang tersedia.


Daftar Pustaka
Colorpilot. (n.d). photography composition – Your photo as a story. Diakses pada 04 Desember 2011, dari  http://www.colorpilot.com/comp_rules.html
Rowse, Darren. (n.d). Rule of Thirds. Diakses pada 04 Desember 2011 dari   http://www.digital-photography-school.com/rule-of-thirds
Rowse, Darren. (n.d). 5 Elements of composition in photography. Diakses pada 04 Desember 2011 dari   http://www.digital-photography-school.com/5-elements-of-composition-in-photography
Wahyudi, Irfan. (2011). Koleksi foto pribadi. 







Dasar pemotretan: Aperture, Shutter Speed, ISO


Bab ini akan membahas mengenai hal-hal yang patut untuk diperhatikan saat melakukan pemotretan. Memotret bukan sekedar menggunakan kamera. Memotret adalah sebuah proses produksi yang melibatkan elemen-elemen pendukung yang saling bekerjasama menghasilkan produk foto yang menawan.

Setiap elemen pendukung mempunyai peran masing-masing. Tiga elemen penting dalam proses pemotretan adalah: diafragma, kecepatan rana, dan ISO.
  
Meskipun setiap kamera mempunyai fitur yang bisa mengatur proses pemotretan secara automatis, namun tidak disarankan bagi mahasiswa yang tertarik mempelajari fotografi untuk memakai sarana tersebut. Meski kamera yang dipakai adalah kamera digital dengan segala fitur yang memudahkan, namun akan sangat menarik dan mengasyikkan bagi mahasiswa untuk mengatur setting kamera secara manual. Dengan begitu hasil yang didapatkan pun akan semakin berharga karena melalui proses yang tidak serta merta.

1. Shutter Speed
Shutter speed (kecepatan rana) adalah ukuran kecepatan bukaan rana kamera. Rana berfungsi untuk menjaga dan menyaring cahaya yang masuk ke ruangan sensor digital (atau film dalam kamera analog). Lebih jauh, didalam rana terjadi aktivitas pengaturan arus cahaya yang masuk melalui lensa yang dikendalikan oleh sebuah tombol. Semakin cepat rana (misalnya bukaan 1/100, 1/500, dan seterusnya) maka semakin sedikit cahaya yang masuk. Semakin lambat rana (misalnya 1/5, 1 detik, 5 detik, 10 detik, dan seterusnya) maka semakin banyak cahaya yang masuk. Pada kamera analog, rana berbentuk seperti tirai jendela yang bisa diatur besar-kecil bukaannya. 

Tirai rana pada kamera analog


Sebelum era digital, rana dibiarkan selalu menutup untuk menjaga film agar tidak terpapar cahaya. Pada kamera digital, rana diatur secara digital dan tidak berbentuk seperti tirai. Sensor digital bisa dinyalakan atau dimatikan secara elektronik.

2. Aperture/Diafragma
Dikenal juga dengan sebutan aperture,adalah material serupa iris pada mata manusia yang berfungsi sebagai pintu gerbang cahaya yang memasuki lensa. Exposure dalam foto ditentukan oleh kolaborasi antara bukaan aperture dan shutter speed. Semakin besar bukaan aperture (berarti angkanya semakin kecil, misalnya 5.6, 4.0, 1.8, 1.4, dan seterusnya) maka semakin besar cahaya yang masuk dan ruang tajamnya semakin banyak. Semakin kecil bukaan aperture (angkanya semakin besar, misalnya 6, 8, 11, 19, dan seterusnya) maka semakin sedikit cahaya yang masuk dan ruang tajam juga semakin berkurang. 



F-Stop. Fotografer mengatur aperture dengan setting f-stop. F-stop adalah rasio panjang focal lensa dengan diameter bukaan aperture. Sebagai contoh, lensa 50 mm dengan bukaan diameter aperture sebesar 12.5 mm, maka f stop akan senilai 4 (50 / 4 = 12.5). karenanya semakin besar angka numeric f-stop, maka semakin kecil angka aperture. Kecepatan lensa ditentukan oleh oleh nilai f-stop (angka terkecil). Jadi, semakin kecil angka aperture, semakin cepat motor lensa tersebut.

3. ISO
Huruf ISO didalam kamera merujuk pada kecepatan film foto. Meskipun kamera DSLR sudah berbasis digital, namun standard ISO masih tetap dipakai untuk menentukan sensitifitas sensor digital terhadap cahaya. ISO yang sering digunakan adalah ukuran 80, 100, 200, 400, 800 dan 1600. Meski demikian, dalam produksi terbarunya, Sony mampu mengeluarkan kamera dengan tingkat ISO sampai 12000.



Secara sederhana, semakin rendah angka ISO, berarti intensitas cahaya yang diterima sensor digital akan semakin rendah. Semakin tinggi angka ISO, maka intensitas cahaya ke sensor juga semakin tinggi. Semakin rendah angka ISO, kualitas gambarnya akan semakin halus, sensitifitas tinggi namun tingkat penangkapan cahaya menjadi berkurang. Sebaliknya, semakin tinggi ISO maka kualitas warna gambar akan semakin kasar, sensitifitas rendah namun tingkat penangkapan cahaya menjadi bertambah.

perbandingan ISO



Light Metering
Light Metering adalah proses pembacaan tingkat intensitas cahaya oleh kamera. Setelah informasi terkumpul, kamera akan menyesuaikan dengan setting yang tersedia. Fotografer juga bisa memilih setting yang tersedia. Setting yang biasa ada di kamera meliputi:

*      Evaluative/matrix:  diukur berdasarkan data dari matrix data seperti titik focus, ukuran subjek foto, posisi, jarak, tingkat cahaya keseluruhan, dan cahaya depan dan belakang. Berguna untuk subjek foto secara umum tanpa intensitas cahaya yang tinggi. Untuk foto benda bergerak (kecepatan tinggi).   








Spot/partial: metering pas di tengah/objek. Spot metering mencakup 1-3.5 persen dari keseluruhan area frame. Partial metering mencakup 9.5 persen area. Berguna saat kondisi over/under exposure, still-life photo. Jika ditemukan kesulitan menemukan exposure yang pas, maka bracketing adalah cara alternative.



Center-weighted: biasa dipakai dalam foto portrait. Metering dilakukan terhadap keseluruhan area frame dengan titik berat diberikan di tengah frame.




Penutup
Pengetahuan dasar mengenai kecepatan rana, diafragma, metering cahaya, dan ISO adalah modal penting bagi fotografer pemula untuk dapat mengendalikan kamera dan lensa. Sebagaimana dijelaskan di awal, bahwa memotret bukan hanya sekedar jepret saja, namun ada serangkaian proses teknis dan nonteknis yang harus dilalui.

Diafragma dan shutter akan berkolaborasi dalam menyaring cahaya yang masuk. Dibutuhkan kejelian dalam melihat keseimbangan antara shutter dan aperture. Untuk membantu pemotretan, dalam kamera DSLR ada fitur light metering.  Light metering membantu dalam menentukan titik tajam di frame. Sedangkan ISO akan berperan dalam merekam sensitifitas kamera terhadap cahaya.  

Latihan
11. Potretlah lingkungan disekitar anda dengan setting manual untuk belajar mengatur aperture, shutter dan ISO. Jangan lupa untuk mencatat metadata (data teknis) yang muncul di layar LCD kamera dan kemudian bisa anda akses pula data tersebut di computer
22. Buat foto dengan tiga prioritas: 1) diafragma, 2) shutter, dan 3) ISO. 

Mahasiswa diharapkan untuk mengeksplorasi lebih jauh setting manual kamera terutama untuk diafragma, shutter dan ISO. Untuk mengembangkan pengetahuan dan pengalaman, mahasiswa juga didorong untuk mengakses laboratorium fotografi dan mencoba kamera fotografi yang tersedia.


Daftar Pustaka
Chavanu, Bakari. (n.d). The Essential Guide to Digital Photography. Makeuseof.com.
Photozone. (n.d). Light Metering. Diakses pada 03 Desember 2011 dari http://www.photozone.de/Technique
Story, Derrick. (n.d). Digital Photography Pocket Guide. O’Reilly. Cambridge.