Camera Obscura http://en.wikipedia.org/wiki/File:Camera_obscura.jpg |
Keberadaan
fotografi tidak lepas dari inovasi kamera. Sebelum kamera modern ditemukan,
para seniman memakai camera obscura,
sebuah kotak berdimensi ruang gelap dengan lubang kecil yang dipakai untuk
menangkap cahaya. Namun pemakaian alat ini sebatas untuk membantu seniman
melukis di kanvas (melalui sinar matahari yang menembus lubang obscura.
Perkembangan
Berawal pada 1826, seorang berkebangsaan Perancis bernama Joseph Nicephore
Niepce menggunakan camera obscura
(sebuah kotak hitam penangkap cahaya) untuk membidik visual sebuah wilayah
pedesaan di Le Gras, Perancis. Visual ditangkap dengan menggunakan sebuah plat
berlapis zat kimia. Niepce menamakan tekniknya: “hellography” yang bermakna “sun
drawing” (melukis dengan cahaya matahari). Proses ‘pelukisan’ dengan
menggunakan cahaya ini memakan waktu delapan jam. Tidak lama setelah terbentuk,
visual itu perlahan memudar, namun masih bisa terlihat dalam plat yang masih
terawat dengan baik sampai sekarang.
Sun Drawing http://en.wikipedia.org/wiki/File:View_from_the_Window_at_Le_Gras,_Joseph_Nic%C3%A9phore_Ni%C3%A9pce.jpg |
Tiga belas tahun kemudian,
pada awal 1839, seorang pelukis dan ahli kimia dari Perancis, Louis-Jacques
Mande Daguerre mencoba mengambil imej jalanan Paris dari apartemen tempat dia
tinggal menggunakan camera obscura
dengan proses gambar daguerreotype, yang
memapar hasil foto pada selembar plat perak berbahan tembaga. Plat itu dilapisi
iodine yang sensitif terhadap cahaya. Proses pengambilan gambar membutuhkan
beberapa menit. Hasilnya, visual pengguna jalan seperti pejalan kaki dan kereta
kuda tidak tampak di foto. Tampak juga seorang lelaki yang berhenti untuk
menyemirkan sepatunya terekam di foto, menjadikannya orang pertama yang
terdokumentasi di dalam foto.
Foto dgn 'penampakan' manusia pertama http://en.wikipedia.org/wiki/File:Boulevard_du_Temple_by_Daguerre.jpg
Inovasi
oleh Daguerre telah menjadi tonggak fotografi modern. Teknik daguerreotype
kemudian dikembangkan oleh Henry Fox Talbot, seorang ahli botani asal Inggris.
Henry berkontribusi mengubah film negatif menjadi positif. Pada 1841, Henry
menyempurnakan proses ini dan menyebutnya dengan calotype, yang dalam bahasa Yunani bermakna: gambar yang indah.
Pada 1889, George Eastman menemukan
medium gambar (film) berbasiskan seluloid nitrat yang lebih fleksibel, tidak
mudah kusut, dan dapat digulung (roll).
Selanjutnya, roll film diproduksi secara massal untuk memenuhi kebutuhan
fotografer. George juga memperkenalkan Kodak
Camera. Pada saat itu, Kodak dijual seharga $ 22.00 termasuk roll film yang
cukup untuk 100 shots. Untuk proses
cetak, film harus dikirim ke pabrik. Slogan Kodak saat itu: “Anda pencet
tombolnya, kami yang akan selesaikan prosesnya”. Setahun kemudian, film
berbahan kertas digantikan oleh bahan plastic, yang memudahkan fotografer
memproses film-nya sendiri.
Kamera Kodak produksi pertama
Pasca
inovasi penting oleh George Eastman, produksi kamera fotografi semakin banyak
dan mendorong penemuan jenis-jenis kamera foto, seperti kamera 35 mm, Polaroid,
dll. Pada 1984, Canon memperkenalkan kamera dengan konsep digital pertama kali
di dunia. Dua dekade selanjutnya, perkembangan fotografi menjadi semakin
semarak dengan inovasi-inovasi baru di bidang teknologi gambar. Kemajuan
teknologi juga membantu fotografer pemula mewujudkan keinginan memiliki kamera
dengan harga terjangkau.
Sejarah
membuktikan bahwa fotografi erat kaitannya dengan perkembangan teknologi.
Fotografi juga terbukti bukan hanya milik kalangan atas, dengan semakin
banyaknya peralatan foto yang bisa dibeli dengan harga murah. Fotografi pada
akhirnya telah menjadi bentuk konsumsi massal, dimana setiap orang mampu
menggunakan dan memanfaatkannya. Meski demikian, perlu kita pikirkan lebih jauh
tentang makna dari fotografi itu sendiri. Makna yang terkandung dalam fotografi
= melukis dengan cahaya, yang notabene dimaksudkan untuk ‘melukis’,
menghasilkan karya yang indah, yang sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan
sebelumnya, yang telah memberi batasan tegas mana karya yang baik, mana yang
kurang baik.
Fotografi
seharusnya tetap dipandang dalam koridor ‘karya seni’ yang bertujuan jelas
untuk melahirkan karya-karya dahsyat yang bisa mempengaruhi dan memberi
alternatif sudut pandang manusia terhadap satu permasalahan. Fotografi adalah
jawabahn kegundahan manusia atas apa yang dilihatnya, yang kemudian dimaksudkan
untuk memberi pernyataan lugas, maupun pernyataan sikap fotografer atas kondisi
kehidupan yang terjadi.
|
Fotografi dan karya seni
Apakah
fotografi dapat dipahami sebagai bagian tak terpisahkan dari kesenian? Bandingkan
dengan seni lukis, seni peran, seni pahat, dll yang sudah berkembang lama
seiring peradaban manusia. Sedikit yang menyadari bahwa pada abad ke-15 sudah
ada seniman yang menggunakan perangkat optik untuk membantu mereka berkarya.
Menurut Holmes dan Busse (n.d), semenjak era Renaissance, gairah untuk mencapai realisme dan mendapatkan kondisi
sesungguhnya dari keindahan alam telah membuat seniman mengembangkan alat
tertentu seperti ‘camera obscura’.
Alat ini memberi mereka kemampuan untuk merefleksikan objek dalam bidang datar.
Penemuan
Daguerroptype dan Calotype telah membuat fotografi
diterima dalam dunia seni karena perannya dalam menjembatani patron kelas
menengah. Fotografi menyediakan medium seni yang relative cepat dalam
penyediaan gambar yang indah dan seni yang menghibur. Fotografi juga telah
melampaui semua usaha signifikan dalam menggambarkan alam dan manusia
sebagaimana aslinya, sebagaimana tujuan utama dari seni adalah mencari padanan
terdekat dari alam yang mereka wakili.
Namun
pertanyaan penting yang muncul: apakah fotografer bisa disebut sebagai seniman?
Holmes dan Busse (n.d) menambahkan, bahwa seniman harus menyerahkan penuh jiwanya
kedalam karya yang dibuat. Dengan peralatan mekanis yang dipakai oleh
fotografer untuk mencipta sebuah imaji, apakah mereka telah benar-benar
meleburkan jiwanya kedalam karya foto? Ernest Lacan, seorang kritikus fotografi
pernah berkata, “fotografi itu seperti nyonya besar yang dipuja namun disembunyikan,
yang menyenangkan untuk dibicarakan namun tabu untuk disebutkan”. Sebuah
situasi yang kompleks sebenarnya, bahwa fotografi sering menyentuh area abu-abu
dari seni itu sendiri.
Ada
tiga pandangan mengenai apakah fotografi itu adalah seni: 1) fotografi bukanlah
seni, karena karyanya diproduksi dengan bantuan alat dengan fungsi mekanik,
serta diproses secara kimiawi, tidak memakai tangan secara langsung dan tidak
membutuhkan proses inspirasi. Fotografi secara murni adalah proses mekanistis. 2)
fotografi akan berguna bagi kesenian namun tidak serta merta bisa disejajarkan
terutama dalam hal kreativitas seperti pada seni lukis dan seni gambar. 3)
fotografi dianggap sangat mirip dengan lithografi dalam hal penggoresan objek,
sehingga pantas disebut sebagai bagian dari seni dan juga budaya.
Pada
1893, sebuah pameran fotografi di Museum Seni Jerman di Hamburg menuai banyak
kontroversi. Namun pada 1902, fotografer Amerika – Alfred Stiglitz membentuk
grup bernama PhotoSession di New York. Majalah buatan grup itu yang bertajuk
‘Camera Works’ memuat foto-foto dengan kualitas tinggi, dan diakui oleh
beberapa pihak sebagai karya yang menyamai bentuk kesenian. Perkembangan
Artistic Photography juga menjanjikan sehingga pengakuan terhadap karya foto
juga semakin signifikan. Begitu pula dengan Landscape
Photography, dengan tokohnya Ansel Adams, yang telah mempersembahkan
penafsiran memukau tentang alam itu sendiri.
Perkembangan
dalam bidang fotografi telah melahirkan identitas unik terhadap karya seni.pada
1940, the Museum of Modern Art di Nuew York membentuk departemen fotografi. Ini
merupakan bentuk pengakuan strategis terhadap karya fotografi. Fotografi telah
memainkan peran yang controversial namun penting didalam kesenian selama 150
tahun.
Fotografi dan Media Massa
Foto
tidak hanya dipandang sebagai medium yang memaparkan keindahan dan cita rasa,
foto juga dianggap sebagai medium yang mampu mengungkap dan
menginformasikan secara visual kejadian-kejadian yang muncul di masyarakat.
Lebih jauh, Foto adalah bukti otentik rekayasa manusia terhadap apa yang
dilihat olehnya melalui lensa kamera. Sebuah momen yang diabadikan. Sebuah
idealisme, pernyataan sikap, opini, sudut pandang, dan kesaksian, yang
disampaikan dalam bentuk potongan gambar hasil olah kimiawi.
Fotografi adalah bagian tak terpisahkan dari wacana media
massa terutama dalam praktik jurnalistik. Foto adalah justifikasi sahih atas
berita yang dimuat di media massa. Menyitir pendapat Marshall McLuhan: “Medium
is the message”, maka foto pun juga telah menjadi pesan itu sendiri. Foto bukan
hanya karya dokumentasi kegiatan yang memuat informasi seadanya. Didalam foto
terdapat lahan yang luas untuk interpretasi informasi.
Produksi foto untuk kepentingan jurnalistik juga senantiasa
menggunakan kreativitas berpikir. Wartawan senior harian Kompas, Kartono Riyadi
mengatakan: “Kalau memotret, pakailah otakmu!” (Sugiarto, 2011, hal. vii). Fotografi dalam telaah media massa bukan sekedar karya,
tapi lebih merupakan sebuah karya yang ’berbicara’. Sebagaimana yang dilakukan
oleh wartawan tulis yang menyampaikan pesannya melalui tulisan, seorang jurnalis
foto juga akan menyampaikan pesannya melalui foto yang dia hasilkan.
Meski demikian, foto tidak serta merta diakui sebagai
bagian integral dari jurnalistik. Jakob Oetama, Direktur Umum Harian Kompas
mengatakan, bahwa “pengakuan karya foto sebagai karya jurnalistik tidak secepat
karya tulisan” (Sugiarto, 2011, hal. Ix). Dia mengambil kisah Mendur dan Umbas
bersaudara, fotografer penting pada masa revolusi kemerdekaan. Mereka berdua
tidak sempat merasakan nama mereka ditulis dan diakui di surat kabar. Pada masa
dahulu mungkin tidak terbayang untuk membaca nama fotografer tercantum dalam
daftar credit foto koran, atau nama
lengkap fotograqfer itu dicantumkan dengan jelas dibawah fotonya yang muncul di
halaman utama.
Jacob Oetama bercerita bahwa foto di harian Kompas juga telah melalui proses panjang
dalam hal eksistensi: “ (proses yang dilalui foto) perlu waktu panjang, mulai
dari sekadar ilustrasi, penguat tulisan, hingga foto itu sendiri adalah berita”
(Sugiarto, 2011, hal. ix). Menurutnya, pewarta foto juga telah mendapat
perhatian khusus karena sifat pekerjaannya yang khas: “wartawan tulis hadir
terlambat masih bisa dapatkan bahan, (sedangkan) wartawan foto terlambat
berarti kehilangan momentum” (Sugiarto, 2011, hal. x). Foto telah menawarkan
keistimewaan bagi media massa, karena dengan nilai visual yang dihasilkan,
kredibilitas sebuah berita akan semakin tinggi dan mampu menjawab keingintahuan
masyarakat.
Rangkuman
Fotografi sebagai sebuah karya manusia telah mampu menjawab kebutuhan
akan informasi dan pada saat yang bersamaan juga telah mengubah cara pandang
manusia terhadap bentuk karya seni. Fotografi menjadi salah satu bagian penting
dalam tradisi media massa di dunia. Foto sendiri telah menjadi bagian tak
terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia, terutama dalam pengabadian
momentum, pembuktian sebuah kasus, memelihara memori, dan seperti apa yang
disampaikan oleh Rod Giblett: “menghidupkan orang-orang yang sudah meninggal”
(2008) agar terus tetap menjadi bagian integral di dunia nyata.
Aktivitas bersama
1. carilah informasi lebih jauh mengenai perkembangan dunia fotografi,
terutama untuk rancangan fotografi masa depan
2. carilah klise lama dari foto yang pernah dibuat oleh keluarga anda.
Konsep foto seperti apa yang muncul? Gaya apa yang disuka saat pemotretan?
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah memang memoentum itu bisa diabadikan
dalam foto? Mengapa?
Daftar Pustaka
National Geographic. (n.d). Image
Collection. Diakses pada 2 Desember 2011 dari http://photography.nationalgeographic.com/photography/image-collection/
Tarrant, John.( 2003). Digital
Camera Techniques. Focal Press. Oxford.
Wikipedia. (n.d).
View from the
window at Le Gras. Diakses pada 3 Desember 2011 dari http://en.wikipedia.org/wiki/File:View_from_the_Window_at_Le_Gras,_Joseph_Nic%C3%A9phore_Ni%C3%A9pce.jpg
Wikipedia. (n.d). Camera Obscura. Diakses pada 3 Desember 2011 dari http://en.wikipedia.org/wiki/File:Camera_obscura.jpg
Pertamaaaaaxxxx! Hell yeah... Artikel bagus... Kalo menurut saya sih,mereka tetep aja seniman lah. Tp memang tidak semua seniman. Krn batasannya bukan di alat (bantu), tp lebih ke kualitas diri dan kemampuan. Dan prosesnya jg tidak instan utk jd seniman.
BalasHapusmakasih komennya mas Danang. Setuju saya kalau titik berat dari seniman itu adalah pada kreativitas dan eksistensi pikiran daripada pemakaian alat. Karena alat foto terus mengalami perkembangan, yang memang dalam tujuannya untuk mempermudah proses pemotretan, sehingga hasil maksimal yang dicapai pun akan tidak terbatas. Meski demikian, 'kemurnian' dari seni fotografi sendiri patut dijaga, agar karya foto itu sendiri mempunyai batasan-batasan yang jelas, mana yang berkualitas, dan mana yang tidak
Hapuskeren mas
BalasHapusmakasih Dreses
HapusBoleh juga blognya, mampir ke blogku ya Bang...
BalasHapus