Senin, 05 Maret 2012

Fotografi: Sejarah, Seni, dan Media Massa

Semua yang bergerak itu diawali dari sesuatu yang tidak bergerak. Begitu pula dengan teknologi visual. Gambar bergerak di film adalah terdiri dari rangkaian gambar diam yang bergantian mucul dengan cepat sehingga menimbulkan efek gerak. Fotografi merupakan cikal bakal teknologi visual yang berkembang pesat terutama dalam dua dekade terakhir.


Camera Obscura http://en.wikipedia.org/wiki/File:Camera_obscura.jpg 




Keberadaan fotografi tidak lepas dari inovasi kamera. Sebelum kamera modern ditemukan, para seniman memakai camera obscura, sebuah kotak berdimensi ruang gelap dengan lubang kecil yang dipakai untuk menangkap cahaya. Namun pemakaian alat ini sebatas untuk membantu seniman melukis di kanvas (melalui sinar matahari yang menembus lubang obscura.
Perkembangan Berawal pada 1826, seorang berkebangsaan Perancis bernama Joseph Nicephore Niepce menggunakan camera obscura (sebuah kotak hitam penangkap cahaya) untuk membidik visual sebuah wilayah pedesaan di Le Gras, Perancis. Visual ditangkap dengan menggunakan sebuah plat berlapis zat kimia. Niepce menamakan tekniknya: “hellography” yang bermakna “sun drawing” (melukis dengan cahaya matahari). Proses ‘pelukisan’ dengan menggunakan cahaya ini memakan waktu delapan jam. Tidak lama setelah terbentuk, visual itu perlahan memudar, namun masih bisa terlihat dalam plat yang masih terawat dengan baik sampai sekarang.

Sun Drawing  http://en.wikipedia.org/wiki/File:View_from_the_Window_at_Le_Gras,_Joseph_Nic%C3%A9phore_Ni%C3%A9pce.jpg
Tiga belas tahun kemudian, pada awal 1839, seorang pelukis dan ahli kimia dari Perancis, Louis-Jacques Mande Daguerre mencoba mengambil imej jalanan Paris dari apartemen tempat dia tinggal menggunakan camera obscura dengan proses gambar daguerreotype, yang memapar hasil foto pada selembar plat perak berbahan tembaga. Plat itu dilapisi iodine yang sensitif terhadap cahaya.  Proses pengambilan gambar membutuhkan beberapa menit. Hasilnya, visual pengguna jalan seperti pejalan kaki dan kereta kuda tidak tampak di foto. Tampak juga seorang lelaki yang berhenti untuk menyemirkan sepatunya terekam di foto, menjadikannya orang pertama yang terdokumentasi di dalam foto.

Foto dgn 'penampakan' manusia pertama  http://en.wikipedia.org/wiki/File:Boulevard_du_Temple_by_Daguerre.jpg

Inovasi oleh Daguerre telah menjadi tonggak fotografi modern.  Teknik daguerreotype kemudian dikembangkan oleh Henry Fox Talbot, seorang ahli botani asal Inggris. Henry berkontribusi mengubah film negatif menjadi positif. Pada 1841, Henry menyempurnakan proses ini dan menyebutnya dengan calotype, yang dalam bahasa Yunani bermakna: gambar yang indah. Pada 1889, George Eastman  menemukan medium gambar (film) berbasiskan seluloid nitrat yang lebih fleksibel, tidak mudah kusut, dan dapat digulung (roll).  Selanjutnya, roll film diproduksi secara massal untuk memenuhi kebutuhan fotografer. George juga memperkenalkan Kodak Camera. Pada saat itu, Kodak dijual seharga $ 22.00 termasuk roll film yang cukup untuk 100 shots. Untuk proses cetak, film harus dikirim ke pabrik. Slogan Kodak saat itu: “Anda pencet tombolnya, kami yang akan selesaikan prosesnya”. Setahun kemudian, film berbahan kertas digantikan oleh bahan plastic, yang memudahkan fotografer memproses film-nya sendiri.


Kamera Kodak produksi pertama 

 Pasca inovasi penting oleh George Eastman, produksi kamera fotografi semakin banyak dan mendorong penemuan jenis-jenis kamera foto, seperti kamera 35 mm, Polaroid, dll. Pada 1984, Canon memperkenalkan kamera dengan konsep digital pertama kali di dunia. Dua dekade selanjutnya, perkembangan fotografi menjadi semakin semarak dengan inovasi-inovasi baru di bidang teknologi gambar. Kemajuan teknologi juga membantu fotografer pemula mewujudkan keinginan memiliki kamera dengan harga terjangkau.

Sejarah membuktikan bahwa fotografi erat kaitannya dengan perkembangan teknologi. Fotografi juga terbukti bukan hanya milik kalangan atas, dengan semakin banyaknya peralatan foto yang bisa dibeli dengan harga murah. Fotografi pada akhirnya telah menjadi bentuk konsumsi massal, dimana setiap orang mampu menggunakan dan memanfaatkannya. Meski demikian, perlu kita pikirkan lebih jauh tentang makna dari fotografi itu sendiri. Makna yang terkandung dalam fotografi = melukis dengan cahaya, yang notabene dimaksudkan untuk ‘melukis’, menghasilkan karya yang indah, yang sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan sebelumnya, yang telah memberi batasan tegas mana karya yang baik, mana yang kurang baik.

Fotografi seharusnya tetap dipandang dalam koridor ‘karya seni’ yang bertujuan jelas untuk melahirkan karya-karya dahsyat yang bisa mempengaruhi dan memberi alternatif sudut pandang manusia terhadap satu permasalahan. Fotografi adalah jawabahn kegundahan manusia atas apa yang dilihatnya, yang kemudian dimaksudkan untuk memberi pernyataan lugas, maupun pernyataan sikap fotografer atas kondisi kehidupan yang terjadi.  

Fotografi dan karya seni



Apakah fotografi dapat dipahami sebagai bagian tak terpisahkan dari kesenian? Bandingkan dengan seni lukis, seni peran, seni pahat, dll yang sudah berkembang lama seiring peradaban manusia. Sedikit yang menyadari bahwa pada abad ke-15 sudah ada seniman yang menggunakan perangkat optik untuk membantu mereka berkarya. Menurut Holmes dan Busse (n.d), semenjak era Renaissance, gairah untuk mencapai realisme dan mendapatkan kondisi sesungguhnya dari keindahan alam telah membuat seniman mengembangkan alat tertentu seperti ‘camera obscura’. Alat ini memberi mereka kemampuan untuk merefleksikan objek dalam bidang datar.

Penemuan Daguerroptype dan Calotype telah membuat fotografi diterima dalam dunia seni karena perannya dalam menjembatani patron kelas menengah. Fotografi menyediakan medium seni yang relative cepat dalam penyediaan gambar yang indah dan seni yang menghibur. Fotografi juga telah melampaui semua usaha signifikan dalam menggambarkan alam dan manusia sebagaimana aslinya, sebagaimana tujuan utama dari seni adalah mencari padanan terdekat dari alam yang mereka wakili.
Namun pertanyaan penting yang muncul: apakah fotografer bisa disebut sebagai seniman? Holmes dan Busse (n.d) menambahkan, bahwa seniman harus menyerahkan penuh jiwanya kedalam karya yang dibuat. Dengan peralatan mekanis yang dipakai oleh fotografer untuk mencipta sebuah imaji, apakah mereka telah benar-benar meleburkan jiwanya kedalam karya foto? Ernest Lacan, seorang kritikus fotografi pernah berkata, “fotografi itu seperti nyonya besar yang dipuja namun disembunyikan, yang menyenangkan untuk dibicarakan namun tabu untuk disebutkan”. Sebuah situasi yang kompleks sebenarnya, bahwa fotografi sering menyentuh area abu-abu dari seni itu sendiri.

Ada tiga pandangan mengenai apakah fotografi itu adalah seni: 1) fotografi bukanlah seni, karena karyanya diproduksi dengan bantuan alat dengan fungsi mekanik, serta diproses secara kimiawi, tidak memakai tangan secara langsung dan tidak membutuhkan proses inspirasi. Fotografi secara murni adalah proses mekanistis. 2) fotografi akan berguna bagi kesenian namun tidak serta merta bisa disejajarkan terutama dalam hal kreativitas seperti pada seni lukis dan seni gambar. 3) fotografi dianggap sangat mirip dengan lithografi dalam hal penggoresan objek, sehingga pantas disebut sebagai bagian dari seni dan juga budaya.

Pada 1893, sebuah pameran fotografi di Museum Seni Jerman di Hamburg menuai banyak kontroversi. Namun pada 1902, fotografer Amerika – Alfred Stiglitz membentuk grup bernama PhotoSession di New York. Majalah buatan grup itu yang bertajuk ‘Camera Works’ memuat foto-foto dengan kualitas tinggi, dan diakui oleh beberapa pihak sebagai karya yang menyamai bentuk kesenian. Perkembangan Artistic Photography juga menjanjikan sehingga pengakuan terhadap karya foto juga semakin signifikan. Begitu pula dengan Landscape Photography, dengan tokohnya Ansel Adams, yang telah mempersembahkan penafsiran memukau tentang alam itu sendiri.

Perkembangan dalam bidang fotografi telah melahirkan identitas unik terhadap karya seni.pada 1940, the Museum of Modern Art di Nuew York membentuk departemen fotografi. Ini merupakan bentuk pengakuan strategis terhadap karya fotografi. Fotografi telah memainkan peran yang controversial namun penting didalam kesenian selama 150 tahun. 

Fotografi dan Media Massa

Foto tidak hanya dipandang sebagai medium yang memaparkan keindahan dan cita rasa, foto juga dianggap sebagai medium yang mampu mengungkap dan menginformasikan secara visual kejadian-kejadian yang muncul di masyarakat. Lebih jauh, Foto adalah bukti otentik rekayasa manusia terhadap apa yang dilihat olehnya melalui lensa kamera. Sebuah momen yang diabadikan. Sebuah idealisme, pernyataan sikap, opini, sudut pandang, dan kesaksian, yang disampaikan dalam bentuk potongan gambar hasil olah kimiawi.

Fotografi adalah bagian tak terpisahkan dari wacana media massa terutama dalam praktik jurnalistik. Foto adalah justifikasi sahih atas berita yang dimuat di media massa. Menyitir pendapat Marshall McLuhan: “Medium is the message”, maka foto pun juga telah menjadi pesan itu sendiri. Foto bukan hanya karya dokumentasi kegiatan yang memuat informasi seadanya. Didalam foto terdapat lahan yang luas untuk interpretasi informasi.

Produksi foto untuk kepentingan jurnalistik juga senantiasa menggunakan kreativitas berpikir. Wartawan senior harian Kompas, Kartono Riyadi mengatakan: “Kalau memotret, pakailah otakmu!” (Sugiarto, 2011, hal. vii). Fotografi dalam telaah media massa bukan sekedar karya, tapi lebih merupakan sebuah karya yang ’berbicara’. Sebagaimana yang dilakukan oleh wartawan tulis yang menyampaikan pesannya melalui tulisan, seorang jurnalis foto juga akan menyampaikan pesannya melalui foto yang dia hasilkan.

Meski demikian, foto tidak serta merta diakui sebagai bagian integral dari jurnalistik. Jakob Oetama, Direktur Umum Harian Kompas mengatakan, bahwa “pengakuan karya foto sebagai karya jurnalistik tidak secepat karya tulisan” (Sugiarto, 2011, hal. Ix). Dia mengambil kisah Mendur dan Umbas bersaudara, fotografer penting pada masa revolusi kemerdekaan. Mereka berdua tidak sempat merasakan nama mereka ditulis dan diakui di surat kabar. Pada masa dahulu mungkin tidak terbayang untuk membaca nama fotografer tercantum dalam daftar credit foto koran, atau nama lengkap fotograqfer itu dicantumkan dengan jelas dibawah fotonya yang muncul di halaman utama.

Jacob Oetama bercerita bahwa foto di harian Kompas juga telah melalui proses panjang dalam hal eksistensi: “ (proses yang dilalui foto) perlu waktu panjang, mulai dari sekadar ilustrasi, penguat tulisan, hingga foto itu sendiri adalah berita” (Sugiarto, 2011, hal. ix). Menurutnya, pewarta foto juga telah mendapat perhatian khusus karena sifat pekerjaannya yang khas: “wartawan tulis hadir terlambat masih bisa dapatkan bahan, (sedangkan) wartawan foto terlambat berarti kehilangan momentum” (Sugiarto, 2011, hal. x). Foto telah menawarkan keistimewaan bagi media massa, karena dengan nilai visual yang dihasilkan, kredibilitas sebuah berita akan semakin tinggi dan mampu menjawab keingintahuan masyarakat.   


Rangkuman

Fotografi sebagai sebuah karya manusia telah mampu menjawab kebutuhan akan informasi dan pada saat yang bersamaan juga telah mengubah cara pandang manusia terhadap bentuk karya seni. Fotografi menjadi salah satu bagian penting dalam tradisi media massa di dunia. Foto sendiri telah menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia, terutama dalam pengabadian momentum, pembuktian sebuah kasus, memelihara memori, dan seperti apa yang disampaikan oleh Rod Giblett: “menghidupkan orang-orang yang sudah meninggal” (2008) agar terus tetap menjadi bagian integral di dunia nyata.  

Aktivitas bersama

1. carilah informasi lebih jauh mengenai perkembangan dunia fotografi, terutama untuk rancangan fotografi masa depan

2. carilah klise lama dari foto yang pernah dibuat oleh keluarga anda. Konsep foto seperti apa yang muncul? Gaya apa yang disuka saat pemotretan? Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah memang memoentum itu bisa diabadikan dalam foto? Mengapa?





Daftar Pustaka
National Geographic. (n.d). Image Collection. Diakses pada 2 Desember 2011 dari http://photography.nationalgeographic.com/photography/image-collection/
Tarrant, John.( 2003). Digital Camera Techniques. Focal Press. Oxford.
Wikipedia. (n.d). View from the window at Le Gras. Diakses pada 3 Desember 2011 dari http://en.wikipedia.org/wiki/File:View_from_the_Window_at_Le_Gras,_Joseph_Nic%C3%A9phore_Ni%C3%A9pce.jpg
Wikipedia. (n.d). Camera Obscura. Diakses pada 3 Desember 2011 dari http://en.wikipedia.org/wiki/File:Camera_obscura.jpg

5 komentar:

  1. Pertamaaaaaxxxx! Hell yeah... Artikel bagus... Kalo menurut saya sih,mereka tetep aja seniman lah. Tp memang tidak semua seniman. Krn batasannya bukan di alat (bantu), tp lebih ke kualitas diri dan kemampuan. Dan prosesnya jg tidak instan utk jd seniman.

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih komennya mas Danang. Setuju saya kalau titik berat dari seniman itu adalah pada kreativitas dan eksistensi pikiran daripada pemakaian alat. Karena alat foto terus mengalami perkembangan, yang memang dalam tujuannya untuk mempermudah proses pemotretan, sehingga hasil maksimal yang dicapai pun akan tidak terbatas. Meski demikian, 'kemurnian' dari seni fotografi sendiri patut dijaga, agar karya foto itu sendiri mempunyai batasan-batasan yang jelas, mana yang berkualitas, dan mana yang tidak

      Hapus
  2. Boleh juga blognya, mampir ke blogku ya Bang...

    BalasHapus